Mengenal Ajaran Kejawen Agama Asli Nusantara (Bag.7.)
AJARAN KEJAWEN SABDA LANGIT
Saya hanya ingin menyampaikan betapa tingginya dan visionernya budaya asli Nusantara yang meliputi filosofi hidup dan menjadi perekam nasionalisme , oleh karenanya di Indoneaia bergaul lintas agama dan bersaudara bahkan perkawinan bukanlah suatu hal yang menjadi permasalahan , misalnya perkawinan orang islam dengan Kristen, orang Hindu dengan orang islam atau budha dan sebagainya, karena orang Indonesia pada hakekatnya memahami ketuhanan secara hakikat dan berhubungan denganTuhan adalah masalah pribadi.
Dalam ajaran kejawen banyak memiliki ajaran yang menyangkut keheningan dan berusaha berinstrospeksi diri. seperti meditasi dan yoga tapi banyak orang yang justru menggali dari budaya asing atau agama import.
Jika dalam ajaran Islam disebut tasawuf Sufisme atau tasawuf adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlak, membangun lahir dan batin serta untuk memperoleh kebahagian yang abadi.
Dan saya yakin bahwa budaya ini sudah melekat erat dibanyak masyarakat diseluruh Indonesia walaupun terus berusaha dipecah belah bahkan saya punya keyakinan falsafah nusantara ini akan kembali menjadi tuan rumah di negrinya sendiri.
Memahami Rahasia Filsafat kejawen
Dalam literatur dan kaidah kebudayaan Jawa tidak ditemukan adanya doktrin atau dogma dalam kalimah do’a serta tata cara baku menyembah Tuhan. Dalam budaya Jawa dipahami bahwa Tuhan Maha Universal dan kekuasaanNya tiada terbatas.
Begitu pula dalam kejawen, karena bukanlah agama, maka dalam falsafah kejawen yang ada hanyalah wujud laku spiritual dalam tataran batiniahnya, dan laku ritual dalam tataran lahiriahnya. Laku ritual merupakan simbolisasi dan kristalisasi dari laku spiritual.
Ambil contoh misalnya mantra, sesaji, laku sesirih (menghindari laku pantangan) serta laku semedi atau meditasi. Banyak kalangan yang tidak memahami asal usul dan makna dari semua itu, lantas begitu saja timbul suatu asumsi bahwa mantra sama halnya dengan do’a. Sedangkan sesaji, laku sesirih dan laku semedi dipersepsikan sama maknanya dengan ritual menyembah Tuhan. Asumsi dan persepsi ini salah besar.
Menurut para pengamat, kaum akademisi dan budayawan, ada suatu unsur kesengajaan untuk mempersepsikan dan mengasumsikan secara tidak tepat dan melenceng dari makna yang sesungguhnya.
Hal itu termasuk upaya politisasi sistem kepercayaan, untuk mendestruksi budaya Jawa yang sudah meresap di kalangan suku Jawa, dengan harapan supaya terjadi loncatan paradigma kearifan lokal kepada paradigma asing yang secara naratif menjamin surga. Awal dari penggeseran dilakukan oleh bangsa asing yang akan menjalankan praktek imperialisme dan kolonialisme di bumi nusantara sejak ratusan tahun silam.
Terlepas dari semua anggapan, asumsi maupun persepsi di atas ada baiknya dikemukakan wacana yang mampu mengembalikan persepsi dan asumsi terhadap ajaran kejawen sebagaimana makna yang sesungguhnya. Setidaknya, kejawen dapat menjadi monumen sejarah yang akan dikenang dan dikenal oleh generasi penerus bangsa ini.
Agar menumbuhkan semangat berkarya dan nasionalisme di kalangan generasi muda. Di samping itu ada kebanggaan tersendiri, sekalipun zaman sekarang dianggap remeh namun setidaknya nenek moyang bangsa Indonesia pernah membuktikan kemampuan menghasilkan karya-karya agung bernilai tinggi.
Salam Persatuan dan Cinta Indonesia
Tito Gatsu
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.