MENEMUKAN KEBESARAN TUHAN

Mengenal Ajaran Kejawen  Agama Asli Nusantara (Bag.6.) 

DENGAN OLAH ROSO  MANUSIA AKAN MENEMUKAN KEBESARAN TUHAN  DENGAN LOGIKA YANG JELAS TANPA PERANTARA

Kejawen bukan agama yang perlu dihafalkan, tetapi agama yang perlu dirasakan dengan perasaan. Dengan proses Olah Roso. Seorang Kejawen Sejati sudah menemukan surga dan nerakanya, jadi dirinya tidak lagi perlu percaya dengan bacaan-bacaan yang menyesatkan. Dengan Olah Roso seseorang akan merasakan Kebesaran Tuhan Yang Maha Esa, sehingga ia tidak perlu menjadi orang yang fanatik. Karena Tuhan Yang Maha Esa ada karena kita memang merasakannya. Jadi seorang Kejawen Sejati tidak berangan-angan masuk ke surga, karena ia sudah menemukan kedamaian ketika ia dapat berinteraksi langsung tanpa perantara (seperti agama rosul, yang menggunakan rosul sebagai perantaranya) kepada Tuhan Yang Maha Esa. 

Jadi dapat dipastikan pemeluk Kejawen , tidak akan pernah terjerumus menjadi seorang teroris. Karena ia sudah menadapat ketenangan yang hakiki melalui Mangunggaling Kawulo Ghusti. 

Cuci otak merupakan tindakan subyek mempengaruhi obyek dengan cara, membawa logika berfikir obyek ke pola pikir yang diingini oleh subyek. Prosesnya adalah: subyek dan obyek pertama-tama memiliki satu pijakan nara-sumber yang sama. Nara-sumber dapat berupa kitab suci, atau buku-buku yang diterjemahkan dengan merujuk pada kitab suci tersebut, dengan beberapa ayat-ayat yang meyakinkan. Bagi orang-orang yang berambisi untuk masuk surga, yang notabene belum ada bukti, bahwa orang yang meninggal dengan menyakiti dirinya sendiri, maupun orang lain, bisa masuk surga. 

Bagi seorang Kejawen, dimana perasaan surgawi dan kejamnya neraka yang hakiki ada dalam hatinya sendiri. Mengapa perasaan surgawi ada dalam hati kita sendiri? Surga adalah sebuah perasaan yang membahagiakan, yang mana dirinya sudah berhasil menikmati hidupnya yang bermanfaat, yang mana sekaligus prilakunya dapat bermanfaat juga bagi pihak lain (orang lain, alam, mahluk halus, sesepuh, dsb). 

Mengapa kejamnya neraka ada dalam hati kita sendiri? Neraka adalah sebuah perasaan bersalah, karena merugikan pihak lain (orang lain, alam, mahluk halus, sesepuh, dsb). Perasaan benar dan bersalah bagi seorang Kejawen, didapat dari hasil Olah Roso. Sehingga ketika perasaan kejamnya neraka muncul dalam dirinya, maka seorang Kejawen tidak henti-hentinya untuk meminta ampun pada Gusti, untuk memohon tuntunanNya. 

Kalau perasaan surgawi tersebut sudah ada dalam diri seseorang, maka seorang yang berbudi luhur, tidak akan lagi terpengaruh untuk berambisi masuk surga. Tetapi bagi seorang Kejawen yang masih terlalu merasa bersalah, dengan Olah Roso (tidak memerlukan nara-sumber apapun selain dirinya) dirinya akan dapat menemukan jalan keluarnya sendiri. 

Dengan penjelasan tersebut di atas, jadi boleh dibilang seorang Kejawen Sejati tidak mungkin untuk dicuci otaknya dalam konteks hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini dikarenakan, seorang Kejawen Sejati sudah memiliki hubungan yang unik dengan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga orang lain tidak dapat mencampurinya atau mempengaruhinya, pola hubungan tersebut kepada janji-janji untuk masuk surga. 

Dosa merupakan hukuman kepada seseorang dari perbuatan buruknya kepada pihak lain (orang lain, alam, mahluk halus, sesepuh, dsb). Siapakah yang berhak untuk menilai itu dosa atau tidak? Jawabannya absolut, hanya Tuhan Yang Maha Esa. 

Ada pepatah, ketidaktahuan membuat orang lebih merasa nyaman dalam pikirannya, karena dosa seseorang, hanya Tuhan Yang Maha Esa yang mengetahuinya. Jadi sebenarnya, semua orang tidak akan terusik pikirannya jika dirinya berbuat kejahatan, kalau memang ia lahir dan tumbuh dibesarkan di lingkungan yang jahat. 

Tetapi perlu diingat, sebagai keluarga normal, dari kecil kita selalu diajari oleh orang tua kita, untuk menjadi orang yang berbudi luhur. Dengan nilai-nilai, atau horma-norma yang baik, akan menumbuhkan cognitif, affektif dan motorik pikiran yang positif. Sehingga jika kita berbuat menyimpang dari norma yang diajarkan oleh orang tua kita, maka dalam pikiran kita timbul rasa bersalah. 

Sedangkan rasa berdosa adalah, perasaan yang selalu menghantui kita, karena perbuatan buruk kita sendiri kepada pihak lain (orang lain, alam, mahluk halus, sesepuh, dsb). Bagaimana seseorang dapat merasa berdosa? Hanya jika ia mengerti makna dari do’a yang diucapkan. 

Beruntunglah bagi anda yang berdo’a dengan bahasa yang anda sendiri tidak mengerti, karena anda tidak pernah merasa bersalah. Tetapi, semakin banyak orang yang seperti anda, maka semakin cepat pulalahh dunia ini akan hancur. 

Bagaimana seorang Kejawen melihat dosa? Dosa adalah perasaan yang timbul sebagai hasil dari perbuatan yang merugikan pihak lain (orang lain, alam, mahluk halus, sesepuh, dsb) 

Bagaimana kita bisa merasa berdosa? Dalam Budi Jawi yang dipentingkan adalah Olah Roso, karena dari Olah Roso maka kita tahu apakah sebuah perbuatan itu benar atau salah. Untuk memudahkan, perasaan seseorang selalu dikembalikan kepada dirinya sendiri. Sebagai contoh, jika kita memukul orang lain, bagaimana kalau kita dipukul oleh orang lain? Karena rasa sakit itu akan ada kesamaannya, jika kita yang dipukul. 

Apakah dosa dicatat oleh Gusti? Gusti tidak mencatat dosa kita. Yang mencatat adalah diri kita sendiri (Kalau dianalogikan saat ini, setiap manusia membawa Smart Chipsnya masing-masing). Semua berpulang pada keikhlasan kita masing-masing. Apakah kita dapat berbuat ikhlas dalam kondisi yang dibalik? Jawabannya ada pada Olah Roso. 

Apa itu Roso dalam Budi Jawi? Roso merupakan sebuah atmosfir dalam diri seseorang yang diterjemahkan oleh hati, panca indra, dan pikiran kita sendiri. 

Dapatkah Roso kita bohongi atau berbohong kepada kita? Kalau kita menjalankan dengan baik dan ikhlas, serta menggunakan hati nurani, panca indra dan pikiran kita sendiri, maka Roso itu tidak dapat berbohong atau dibohongi. Jadi jelas bahwa Seorang Kejawen harus menjaga keseimbangan sopan-santun dengan pihak lain (orang lain, alam, mahluk halus, sesepuh, dsb) 

Persamaan dan perbedaan Agami Kejawen dengan beberapa agama-agama di dunia, adalah bahwa: Tuhan Yang Maha Esa berada di atas segala-galanya. Artinya sama-sama menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan perbedaan Kedjawen tidak mempunyai standar ganda terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Menurut Agami Jawi, Tuhan Maha Segala-galanya dan Maha Menyayangi ciptaannya. Karena Maha Segala-galanya, Tuhan Yang Maha Esa tidak bodoh, seperti yang dituduhkan agama pendatang, dimana Tuhan Yang Maha Esa hanya mengerti satu bahasa untuk menerima do’a dari manusia ciptaannya. Kalau memang Tuhan Yang Maha Esa hanya bisa mengerti satu bahasa atau hanya mau mengerti satu bahasa, maka sama saja mereka mengatakan bahwa Tuhan Yang Maha Esa tidak lagi maha segala-galanya dan Maha Menyayangi ciptaannya. 

Bagi seorang Kejawen Sejati, yakin bahwa Tuhan Yang Maha Esa tidak pernah menghukum. Oleh karenanya, seorang Kejawen Sejati terus menjalani Olah Roso untuk dapat ikhlas, memuji, menyembah, beryukur, berpasrah, memohon ditunjukan kebaikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Menghukum demi kebaikan itu hanya ada dalam sudut pandang pikiran Manusia, sementara Tuhan Yang Maha Esa bukanlah manusia.

Pujian dan menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan bahasa, gerak, pikiran, dan hati nurani, tidak dapat diseragamkan, seperti gerak tertentu dan bahasa tertentu. Bagi seorang Kejawen, berdoa selalu dengan bahasa ibu. Karena, kita sama-sama tahu bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah maha tahu dan maha segala-galanya, sehingga Tuhan Yang Maha Esa sudah tahu sebelum kita tahu dan mengungkapkannya dengan kata-kata. Dengan keyakinan niat yang positif, didapat dengan Olah Roso, berkomunikasi dengan Tuhan Yang Maha Esa, tidak diperlukan perantaraan apa dan siapapun. Hubungan komunikasi inilah, yang justru akan menciptakan ketenangan yang lebih esensial. Sementara beberapa agama di dunia menempatkan Nabi/Rasul sebagai perantaranya. 

Pujian dan rasa terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, juga dibarengi dengan menghormati pihak lain (alam, mahluk halus, sesepuh, orang lain, dsb). Karena Kedjawen tidak menempatkan manusia (dirinya) sebagai mahluk yang paling sempurna dibanding dengan lainnya. Sementara, beberapa agama di dunia menempatkan manusia sebagai mahluk sempurna, dibanding maluk lainnya di dunia ini. 

Berderma atau bersedekah atau shodaqoh jariah tidak bisa dihitung dengan matematis, tetapi dengan keikhlasan. 
Sebagai mahluk yang tumbuh dari titipan Tuhan, maka keikhlasan bisa diperoleh dengan cara OlahRoso. Sementara, beberapa agama di dunia menempatkan hukum matematis, untuk berderma. 

Agama lain menggunakan Kitab Suci sebagai acuan bagi penganutnya untuk berinteraksi dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan bagi Agami Jawi, seorang Kejawen justru dituntut untuk mendekatkan dirinya sendiri kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan cara Olah Roso yang ikhlas, agar mendapatkan jalan menuju Manunggaling Kawulo Gusti. Sementara, agama di dunia mengatakan bahwa kitab suci adalah buatan Tuhan Yang Maha Esa. 

Kalau diibaratkan mainan, esensinya, semua orang pada saat kecilnya mempunyai kecintaan pada sesuatu (bisa konkrit maupun imajinatif) melebihi kecintaannya kepada dirinya sendiri, maka ibarat beberapa agama-agama di dunia lainnya adalah sebuah rumah-rumahan yang sudah jadi (si anak tinggal memainkannya), sementara dalam kejawen  adalah rumah-rumahan yang dibuat dari lego (atas kreasi keseimbangan anak itu sendiri,  antara pikiran dan hatinya). Lagi-lagi yang perlu untuk diingat, Tuhan Yang Maha Esa, adalah maha tahu dan maha segala-galanya, sehingga Tuhan Yang Maha Esa sudah tahu sebelum kita ingin memberitahukan kepada Nya. 

Begitu luhur dan masuk akalnya ajaran leluhur dan budaya Nusantara sehingga masih terpelihara hingga hari ini sebagai perwkat kebangsaan dan mampu menjaga keberagaman 
Mari kita pertahankan semangat  budaya Nusantara dan kita dalami nilai- nilai luhur yang ada didalamya. 

Salam Persatuan dan Cinta Indoneaia 

Tito Gatsu.

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Postingan Populer

Powered By Blogger