This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

SINKRETISME KEJAWEN

Mengenal Ajaran Kejawen  Agama Asli Nusantara (Bag.2)

KEJAWEN ADALAH BUDAYA NUSANTARA YANG TINGGI YANG MAMPU BERASIMILASI DENGAN SEMUA AGAMA IMPOR 

Sebenarnya betapa maju dan visionernya agama asli Indonesia yang dianut sejak dulu , ada banyak aliran kejawen yang tersebar diaeluruh nusantara karena pada jaman dahulu pulau jawa dikenal sebagai pusat peradaban di Nusantara  yang secara maknapun hampir sama Kejawen atau Sunda wiwitan misalnya atau beberapa istilah nama yang berbeda di luar Jawa seperti Ugamo Malim agama suku batak  di Sumatera Utara , Kaharingan agama suku dayak di Kalimantan atau Marapu agama asli suku Sumba di Nusa Tenggara , dll.  Semuanya masih terpelihara hingga hari ini dan berasimilasi dengan agama import baik Hindu, Budha maupun agama samawi , seperti Kristen, Katholik dan Islam. 

Karena agama budaya di Indoneaia ini sejak dulu adalah monotheisme atau mengakui keesaan Tuhan dan tidak bertentangan dengan agama import justru jika kita pelajari kita akan menemukan makna yang lebih tinggi bagi pemahaman agama kita sendiri. 

Kejawen adalah sebuah pandangan hidup yang terutama dianut di Pulau Jawa oleh suku Jawa dan suku bangsa lainnya yang menetap di Jawa dan menyebar keseluruh nusantara dengan istilah dan nama yang berbeda. Kejawen merupakan kumpulan pandangan hidup dan filsafat sepanjang peradaban orang Jawa yang menjadi pengetahuan kolektif bersama, hal tersebut dapat dilihat dari ajarannya yang universal dan selalu melekat berdampingan dengan agama yang dianut pada zamannya. Kitab-kitab dan naskah kuno Kejawen tidak menegaskan ajarannya sebagai sebuah agama meskipun memiliki laku. Kejawen juga tidak dapat dilepaskan dari agama yang dianut karena filsafat Kejawen dilandaskan pada ajaran agama yang dianut oleh Filsuf Jawa 

Simbol religius Hyang dalam Aksara Jawa dengan menggunakan cakrabindu artinya simbol yang disucikan. 

Sejak dulu, orang Jawa mengakui keesaan Tuhan sehingga menjadi inti ajaran Kejawen, yaitu mengarahkan insan: Sangkan Paraning Dumadhi (lit. "Dari mana datang dan kembalinya hamba tuhan") dan membentuk insan se-iya se-kata dengan tuhannya: Manunggaling Kawula lan Gusthi (lit. "Bersatunya Hamba dan Tuhan"). Dari kemanunggalan itu, ajaran Kejawen memiliki misi sebagai berikut: 

• Mamayu Hayuning Pribadhi (sebagai rahmat bagi diri pribadi) 

• Mamayu Hayuning Kulawarga (sebagai rahmat bagi keluarga) 

• Mamayu Hayuning Sasama (sebagai rahmat bagi sesama manusia) 

• Mamayu Hayuning Bhawana (sebagai rahmat bagi alam semesta) 

Berbeda dengan kaum islam KTP , kaum kejawen relatif taat dengan agamanya, dengan menjauhi larangan agamanya dan melaksanakan perintah agamanya namun tetap menjaga jati dirinya sebagai orang pribumi. Jadi tidak mengherankan jika ada banyak aliran filsafat kejawen menurut agamanya yang dianut seperti: Islam Kejawen, Hindu Kejawen, Kristen Kejawen, Budha Kejawen, Kejawen Kapitayan (Kepercayaan) dengan tetap melaksanakan adat dan budayanya yang tidak bertentangan dengan agama yang dianut jika dalam.islam tidak bertentangan dengan ajaran islam jika merujuk kepada akhlaqul kharimah. 

Sultan Agung Mataram dianggap sebagai filsuf peletak fondasi Kejawen Muslim yang kemudian sangat mempengaruhi upacara-upacara penting terutama yang paling tampak adalah penanggalan dalam menentukan hari-hari penting. Hari-hari penting kejawen tidak lepas dari "Kelahiran – Pernikahan – Mangkat" (kematian), yang ketiganya adalah kehidupan dalam tradisi Jawa. Orang Jawa akan mendapatkan nama pada ketiga peristiwa tersebut, yaitu nama saat kelahiran, nama saat pernikahan, nama saat mangkat (nama kematian dengan menambahkan "bin"/"binti" nama orang tua di belakang nama kelahiran). Semua hari-hari penting itu ditetapkan sesuai kalender Jawa yang memiliki Primbon sebagai aturan-aturan dalam menentukan hari penting dan tata caranya. Berikut adalah hari-hari penting dalam Kejawen: 

• Suran (Tahun Baru 1 Sura). 

• Sepasaran (upacara kelahiran) dan akikah bagi muslim. 

• Mantenan (pernikahan dengan segala upacaranya). 

• Mangkat (upacara kematian) – Mengirim doa (kenduri, wirid, ngaji) 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari, 3000 hari. 

• Megeng Pasa – Tanggal 28 dan 29 bulan Ruwah (bulan Arwah), digunakan untuk mengirim doa kepada yang telah mangkat (berangkat) terlebih dahulu, juga waktu Munjung (mengirim makanan lengkap nasi dan lauk kepada orang yang dituakan dalam keluarga) untuk mengikat silaturahmi. 

• Megeng Sawal – Tanggal 29 dan 30 bulan Pasa, digunakan untuk mengirim doa kepada yang telah mangkat (berangkat) terlebih dahulu, juga waktu Munjung (mengirim makanan lengkap nasi dan lauk kepada orang yang dituakan dalam keluarga) untuk mengikat silaturahmi bagi yang tidak ada kesempatan pada Megeng Pasa. 

• Riadi Kupat (Hari Raya Kupat) – Tanggal 3, 4 dan 5 bulan Sawal (bagi orang tua yang ditinggalkan anaknya sebelum menikah). 

Karena filsafat kejawen juga beragama, hari besar agama juga merupakan hari penting kejawen. Berikut ini adalah beberapa hari penting tambahan untuk kejawen muslim: 

• Hari Raya Idulfitri. 

• Hari Raya Iduladha. 

• Hari Raya Jumat. 

• Muludan (Maulid Kanjeng Nabi Muhammad, S.A.W.). 

• Sekaten (Syahadatain). 

Para penganut kejawen sangat menyukai berpuasa dalam ajaran Islam karena dianggap sama dengan ajaran leluhurnya selain juga tafakur yang dianggap sama dengan bertapa. 

• Pasa Weton – Puasa pada hari kelahiranya sesuai penanggalan Jawa. 

• Pasa Sekeman – Puasa pada hari Senin dan Kamis. 

• Pasa Wulan – Puasa pada setiap tanggal 13, 14, dan 15 pada setiap bulan kalender Jawa. 

• Pasa Dawud – Puasa selang-seling, sehari puasa sehari tidak. 

• Pasa Ruwah – Puasa pada hari-hari bulan Ruwah (bulan Arwah). 

• Pasa Sawal – Puasa enam hari pada bulan Sawal kecuali tanggal 1 Sawal. 

• Pasa Apit Kayu – Puasa 10 hari pertama pada bulan ke-12 kalender Jawa. 

• Pasa Sura – Puasa pada tanggal 9 dan 10 bulan Sura. 

Selain puasa di atas kejawen juga memiliki puasa biasanya untuk menggambarkan kezuhudan (kesungguhan) dalam mencapai keinginan, jenis puasa tersebut adalah sebagai berikut: 

• Pasa Mutih – Puasa ini dilakukan dengan jalan hanya boleh makan nasi putih, tanpa garam dan lauk pauk atau makanan kecil dan lain-lain, serta minumnya juga air putih. 

• Pasa Patigeni – Puasa tidak boleh makan, minum, dan tidur serta hanya boleh di kamar saja tanpa disinari cahaya lampu. 

• Pasa Ngebleng – Puasa tidak boleh makan dan minum, tidak boleh keluar kamar, boleh sekadar keluar tetapi sekadar buang hajat dan boleh tidur tetapi sebentar saja. 

• Pasa Ngalong – Puasa tidak makan dan minum tetapi boleh tidur sebentar saja dan boleh pergi. 

• Pasa Ngrowot – Puasa yang tidak boleh makan nasi dan hanya boleh makan buah-buahan atau sayur-sayuran saja. 

• Pasa Wungon - Puasa yang tidak boleh makan dan minum, duduk bersila, kedua tangan diletakkan di atas lutut sambil berkonsentrasi apa yang diinginkan. 

• Pasa Tapa Jejeg - Puasa yang tidak boleh makan dan minum, serta harus berdiri minimal 12 jam lamanya. 

• Pasa Ngelowong - Puasa yang tidak boleh makan dan minum dalam waktu yang ditentukan sendiri, misalnya 3 jam atau 6 jam. 

Kejawen tidak memiliki Kitab Suci, tetapi orang Jawa memiliki bahasa sandi yang dilambangkan dan disiratkan dalam semua sendi kehidupannya dan mempercayai ajaran-ajaran Kejawen tertuang di dalamnya tanpa mengalami perubahan sedikitpun karena memiliki pakem (aturan yang dijaga ketat), kesemuanya merupakan ajaran yang tersirat untuk membentuk laku utama yaitu Tata Krama (Aturan Hidup Yang Luhur) untuk membentuk orang Jawa yang hanjawani (memiliki akhlak terpuji), hal-hal tersebut terutama banyak tertuang dalam jenis karya tulis sebagai berikut: 

• Kakawin (Sastra Kawi) – Kitab sastra metrum kuno (lama) berisi wejangan (nasihat) berupa ajaran yang tersirat dalam kisah perjalanan yang berjumlah 5 kitab, ditulis menggunakan aksara Jawa Kuno dan bahasa Jawa Kuno 

• Macapat (Sastra Carakan) – Kitab sastra metrum anyar (baru) berisi wejangan (nasihat) berupa ajaran yang tersirat dalam kisah perjalanan yang terdiri lebih dari 82 kitab, ditulis menggunakan aksara Jawa dan bahasa Jawa beberapa ditulis menggunakan huruf Pegon 

• Babad (Sejarah) – Kitab yang menceritakan sejarah nusantara berjumlah lebih dari 15 kitab, ditulis menggunakan aksara Jawa Kuno dan bahasa Jawa Kuno serta aksara Jawa dan bahasa Jawa 

• Suluk (Jalan Spiritual) – Kitab tata cara menempuh jalan supranatural untuk membentuk pribadi hanjawani yang luhur dan dipercaya siapa saja yang mengalami kesempurnaan akan memperoleh kekuatan supranatural yang berjumlah lebih dari 35 kitab, ditulis menggunakan aksara Jawa dan bahasa Jawa beberapa ditulis menggunakan huruf Pegon. Suluk juga merupakan jenis sastra yang ditembangkan. 

• Kidung (Doa-doa) – Sekumpulan doa-doa atau mantra-mantra yang dibaca dengan nada khas, sama seperti halnya doa lain ditujukan kepada tuhan bagi pemeluknya masing-masing yang berjumlah 7 kitab, ditulis menggunakan aksara Jawa dan bahasa Jawa 

• Piwulang (Pengajaran) – Secara bahasa berarti "yang diulang-ulang" berupa kitab yang mengajarkan tatanan terdiri dari Pituduh (Perintah) dan Wewaler (Larangan) untuk membentuk pribadi yang hanjawani, ditulis menggunakan aksara Jawa dan bahasa Jawa 

• Primbon (Himpunan) – Secara bahasa berarti "induk", "kumpulan", atau "rangkuman" berupa kitab praktik praktis dalam pelaksanaan tatanan adat sepanjang waktu, juga biasanya dilengkapi cara untuk membaca gelagat alam semesta untuk memprediksi kejadian. ditulis menggunakan aksara Jawa dan bahasa Jawa 

Naskah-naskah di atas mencakup seluruh sendi kehidupan orang Jawa dari kelahiran sampai kematian, dari resep makanan kuno sampai asmaragama (kamasutra), dan ada ribuan naskah lainya yang menyiratkan kitab-kitab utama di atas dalam bentuk karya tulis, biasanya dalam bentuk ajaran nasihat, falsafah, kaweruh (pengetahuan), dan sebagainya. 

Terdapat ratusan aliran kejawen dengan penekanan ajaran yang berbeda-beda. Beberapa jelas-jelas sinkretik, yang lainnya bersifat reaktif terhadap ajaran agama tertentu. Namun biasanya ajaran yang banyak anggotanya lebih menekankan pada cara mencapai keseimbangan hidup dan tidak melarang anggotanya mempraktikkan ajaran agama (lain) tertentu. 

Beberapa aliran dengan anggota besar: 

• Budi Dharma 

• Kawruh Begia 

• Maneges 

• Padepokan Cakrakembang 

• Pangestu 

• Sumarah 

Aliran yang bersifat reaktif misalnya aliran yang mengikuti ajaran Sabdopalon yang ingin mengembalikan agama orang Jawa kembali ke Agama Budi yang dianggap sebagai agama asli menurut Sabdapalon, atau penghayat ajaran Syekh Siti Jenar yang dianggap sesat oleh wali songo karena bersifat terlalu individual sehingga tidak efektif untuk islamisasi. 

Jadi sejak dahulu budaya masyarakat Indonesia adalah kaum yang visioner, toleran dan mampu memandang agama beriringan dengan budaya serta mengutamakan kemanusiaan daripada hal yang lain, mari kita selalu jaga harga diri bangsa . 

Salam Kedaulatan Rakyat. 

Tito Gatsu.

KEJAWEN GAMBARAN BUDAYA DAN AGAMA YANG TINGGI

 Mengenal Ajaran Kejawen  Agama Asli Nusantara (Bag.3.)


AJARAN KEJAWEN MENGGAMBARKAN TINGGINYA BUDAYA & AGAMA ASLI NUSANTARA DENGAN MEMAHAMI  MANUNGGALING KAWULO GUSTI 


Sebelumnya untuk menghindari kontroversi dari paparan ini saya jelaskan terlebih dahulu,  bahwa saya bukan siapa-siapa, bukan ilmuwan apalagi ahli agama , saya hanya seorang yang bangga dengan budaya Indonesia jadi jika banyak kekurangan dari tulisan ini saya terlebih dahulu mohon maaf yang sebesar-besarnya bahkan mungkin perlu pencerahan lebih jauh dan saya sama sekali tidak bermaksud merendahkan agama atau keyakinan apapun. Sekali lagi saya hanya bangga dengan tanah air dan leluhur saya Indonesia dan semoga bisa membuka wawasan tentang tingginya budaya Nusantara. 


Kejawen adalah ajaran  yang benar-benar mempercayai dan meyakini kebesaran Gusti atau Tuhan dan dalam istilah islam dinamakan Tauhid , jadi seorang kejawen walaupun dia memeluk agama lain jika prinsip dasarnya mengikuti ajaran kejawen dia akan tetap mengesakan  Tuhan, oleh karenanya dalam prinsip Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa sebenarnya juga prinsip kejawen. 


Bayangkan menurut penelitian antropologi agama ini sudah tumbuh sejak 4442 SM dan bahkan jauh sebelumnya Nusantara dan agama ini sudah menjadi pusat peradaban dunia yang berulangkali hancur oleh bencana alam karena ada pada  lokasi yang banyak gunung berapi seperti yang digambarkan dalam buku ilmiah Atlantis The Lost Continent Finally Found karya Prof. Arsyo Santos , banyak referensi secara geologist yang saya kurang faham menterjemahkannya tapi kita bisa menelusuri lebih detail dari sejarah budaya berdasarkan referensi Kerajaan Majapahit dan Sriwijaya. 


Sebenarnya tidak ada yang namanya Kejawen Hindu, Kejawen Budha, Kejawen Islam ataupun Kejawen Kristen. Nilai-nilai Agami Jawi memang sudah digeser oleh agama-agama pendatang. Agami Jawi adalah agama yang sudah tumbuh berkembang, jauh sebelum agama-agama import itu datang ke Indonesia. 


Orang Jawa yang terkenal dengan sifatnya yang senkretis, sehingga hal ini dimanfaatkan oleh orang-orang pembawa agama import tersebut, agar nilai-nilai mereka dapat diterima oleh Agama asli nusantara ini , maka mereka mencoba untuk mengawinkan agama mereka dengan Agami Jawi yang sudah tumbuh jauh lebih lama dari agama mereka.dan memiliki nilai yang lebih beradab , sehingga orang orang kejawen pada masa itu tidak begitu bermasalah dengan perkawinan agama itu karena prinsip ketuhanan sebenarnya ada dalam diri mereka dan ini terus berkembang hingga masa islamisasi oleh Raden Patah yang mengkhianati orang tuanya Raja Brawijaya V kemudian disusul pendudukan Belanda di Indonesia yang melibatkan agama dalam adu domba politik. 


Setelah Indonesia merdeka Bung Karno sebenarnya ingin mempertahankan agama dan ajaran kejawen sebagai way of life orang Indonesia dengan menjaga kemurnian Pancasila tapi selalu diganggu oleh pihak lain yang ingin menguasai Indonesia dengan mempolitisasi agama impor dan merubah budaya Indoneaia , puncaknya setelah Suharto berkuasa dengan membiarkan islam yang murni impor dan menetapkan 5 agama impor dalam GBHN adalah usaha untuk memusnahkan budaya lokal  Insonesia walaupun banyak orang menganggap Suharto seorang kejawen tapi yang terlihat Suharto bukan orang yang memahami agama apalagi budaya karena membiarkan budaya dan ajaran asli kejawen terus terkikis terutama oleh islamisasi yang terus menyerang islam Nusantara dan memojokan budaya Indonesia sebagai sesat atau musyrik hingga hari ini. 


Gerakan Islam impor ini masih terlihat sangat masif merubah budaya kita dan, setelah Soeharto jatuh, mereka menganggap sudah sangat kuat, sehingga mereka berniat untuk menggeser ajaran kejawen dari Bumi Nusantara ini. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya ancaman, baik fisik maupun non fisik yang mereka lakukan kepada orang-orang awam di Indonesia. Dengan keteguhan Para ulama NU serta agama lain yang sudah memahami arti kejawen sesungguhnya seperti Hindu Bali,  Budha Nusantara Kristen Nusantara dan katholik Nusantara maupun kejawen sejati  dan makin terbukanya kebebasan berpikir manusia Indonesia , kita  yakin kejawen  lambat laun akan menjadi tuan rumah kembali di tanah kelahirannya sendiri karena merupakan way of life yang bisa berdiri sendiri. 


Manunggaling Kawula Gusti, merupakan makna yang dalam bagi seorang Kejawen. Oleh karenanya banyak pemuka-pemuka agama pada saat islamisasi, memelintirkan esensi dari makna Manunggaling Kawula Gusti itu sendiri. Hal ini tidak lain  untuk memuluskan proses islamisasi di tanah Jawa sehingga dianggap sesat 


Manunggaling Kawula Gusti sama sekali bukan bermakna bersatunya kita dengan Tuhan Yang Maha Esa. Makna sebenarnya dari Manunggaling Kawula Gusti adalah, bahwa hubungan seorang Kejawen dengan Tuhan Yang Maha Esa, tidak melalui perantara apapun seperti yang dilakukan oleh agama-agama Rasul. 


Dalam pemahaman Kejawen, hubungan setiap orang kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah hubungan yang unik, karena pada awalnya setiap orang yang lahir di muka bumi adalah Titipan Tuhan Yang Maha Esa. Pemelintiran tersebut, jelas untuk kepentingan penyebaran agama impor tersebut. 


Analogi lain, jika kita mencintai dan menyayangi ibu kandung kita, dan mengatakan bahwa ibuku ada dalam diriku (hatiku) dan segenap aliran darahku. Apakah berarti badan ibu kita ada dalam badan kita? Itulah yang juga dimaksud dengan Manunggaling Kawulo Gusti. Adalah sebuah rasa yang mendalam, dan komitmen untuk berprilaku dengan segenap hati yang bersih. Bukan seperti yang diartikan: mempersatukan Tuhan dengan diri kita. Lagi-lagi ini adalah sebuah pemelintiran dari agama import. 


Banyak orang memvonis bahwa Kedjawen bukanlah agama, melainkan hanya kepercayaan semata. Sementara ini benar karena masyarakat atau Rakyat Indonesia dipaksa memeluk agama yang ditetapkan GBHN dan tak Punya alasan lain pada masa orde baru bahkan nyawa taruhannya

Bahkan hingga hari inipun para penganut kejawen selalu mendapat persekusi dan kekerasan. 


Alasan lain  karena Kejawen tidak memiliki kitab sebagai rujukan. Bagi agama rasul, kitab menjadi penting karena memang agar para penganut agama mereka, tidak dapat atau tidak diizinkan berinteraksi langsung dengan sang Penciptanya.harus melalui norma dan dogma agar sesuai dengan keinginan pemimpinnya. 


Ibarat pancing dan ikan, dalam agama rasul, para penganutnya langsung diberi ikan. Sehingga para penganutnya seolah akan dapat lebih mudah untuk mengerti kaidah-kaidah komunikasi dengan sang Pencipta, dengan pola menghafal. Sementara pada Kejawen, kita diberi pancing untuk mencari tahu bagaimana heningnya berkomunikasi dengan sang Pencipta, hal ini tidak perlu dihafal. Karena Olah Roso membuat kita berinteraksi sesungguhnya dengan sang Pencipta. 


Sejarah bukanlah sebuah dongeng, banyak agama yang berkisah berdasarkan dogma, dan akhirnya menuntut keimanan seseorang. Hal ini dikarenakan sulit untuk membuktikannya, atau mungkin memang tidak ada buktinya. 


Seorang Kejawen harus selalu bertanya secara logika, agama yang dianutnya , sehingga ia tidak merasa atau mengalami pembodohan. Dengan adanya sejarah yang benar, dimana selalu ada waktu dan tempat kejadiannya, seorang Kejawen tidak memiliki keimanan yang dipaksakan oleh dogma. Karena menjadi seorang Kejawen, selalu dituntut kejujuran. Maka keimanan adalah sebuah ketidak jujuran kepada diri sendiri. Hal ini dikarenakan adanya percaya yang dipaksakan. 


Agama adalah bukan sesuatu yang perlu diperlihatkan dalam kaitannya dengan eksistensi seseorang. Memang, ada agama yang memiliki fashion sendiri, untuk mencirikan agama mereka. Kalau hal itu yang menjadi esensi dari orang-orang yang memeluknya, itu sama saja orang-orang tersebut membeli barang abal-abal, yang penting seolah-olah mereka memiliki barang yang asli. 


Berpakaianlah yang sopan dan bertutur katalah yang santun, kalau kita ingin menjadi seorang Kejawen Sejati. Dari sopan santun kita, tentunya kita akan memperkecil kemungkinan menyakiti pihak lain (orang lain, alam, mahluk halus, sesepuh, dsb). Dengan menjaga sopan santun tadi, sesungguhnya itu merupakan hal dasar, kalau kita ingin mengakui dalam hati bahwa kita adalah seorang Kejawen Sejati. 


Agama Tuhan adalah, agama yang berorientasi pada satu Tuhan, atau yang disebut Tuhan Yang Maha Esa, dalam Kedjawen disebut sebagai Gusti. Proses adanya Tuhan dalam pikiran manusia, adalah karena adanya Olah Roso, dimana seorang Kejawen menemukan hubungan perasaan yang unik dengan zat yang dinamakan orang-orang di dunia ini: Allah, Tuhan, God, Gusti. 


Jadi jelas, menurut ajaran kejawen  tidak ada satu agama pun di dunia ini, yang dibuat oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini dikarenakan beberapa nalar matahati kita. Kita saja sebagai orang tua, tidak akan membiarkan atau merelakan anak-anak kita bertengkar satu sama lain. Apalagi Tuhan Yang Maha Esa. 


Banyak agama yang mengklaim sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, tapi mereka bertengkar, bahkan sampai saling bunuh antar agama yang mengklaim ciptaan Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri. Jadi, kalau memang ada agama ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, kita pasti hidup aman dan tentram. 


Kalau benar ada agama ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, maka pasti tidak perlu dipelajari oleh manusia. Karena pasti sudah inheren didalam pikiran kita, semenjak lahir. 


Agama adalah Roso, bukan matematis, sehingga tidak ada penyeragaman yang strike terhadap sebuah aturan yang dihitung secara matematis. Hubungan setiap manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa memiliki hubungan yang unik, jadi setiap orang memiliki rasa kedekatannya sendiri masing-masing. Di sinilah keimanan seseorang kepada Tuhan Yang Maha Esa diuji. Apakah ia benar-benar ikhlas mengimani Tuhan Yang Maha Esa, tanpa harus ada perantaranya. 


Di hadapan Tuhan Yang Maha Esa, kita ini memang semua sama. Hubungan itu justru tergantung dari bagaimana kita mengimani Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri. Dengan keikhlasan dan kepasrahan kita dalam mengimani Tuhan Yang Maha Esa, dalam saat yang bersamaan rasa tentram di hati kita akan muncul. 


Semua agama di dunia berawal, atau lahir dari nilai-nilai tradisi setempat yang selanjutnya dilaksanakan dengan kepercayaan-kepercayaan yang diritualkan sejalan dengan tradisi lokal tersebut, sehingga tidak mengherankan kalau para pakar sosiologi menyatakan, bahwa semua agama di dunia lahir pada awalnya dari agama local. Sementara ideologi lahir dari pemikiran-pemikiran melalui proses thesis anti-thesis, yang pada akhirnya melahirkan aturan-aturan sosial yang komplit pula.   


Perbedaan esensial antara agama dengan ideology, adalah terletak pada pola hukuman dan penghargaannya (reward and punishment). Agama menerapkan hitungan hukuman dengan dosa, yang masih sangat imajinatif dan harus dipercayai dengan melalui iman dan dogma (kebalikan dari fakta dan data). Sementara ideologi menerapkan hukumannya dengan hukum positif setempat yang berlaku, dan harus dilaksanakan dengan fakta dan data (kebalikan dari iman dan dogma).


Persamaan antara agama dan ideology, adalah untuk dapat mengerti aturan-aturan agama atau ideologi secara ceteris paribus, orang harus membaca dan menghafalkannya terlebih dahulu. Sehingga, tidak mengherankan ketika seseorang yang hafal dan eksis di lingkungannya karena pengetahuannya terhadap agama atau ideologi tertentu, secara psikologis orang tersebut akan ketagihan untuk terus membaca dan menghafalkan segala sesuatunya, agar dia dapat tetap eksis sebagai narasumber. 


Ketagihan untuk menjadi seorang ahli dalam sebuah agama atau ideologi tertentu, membuat seseorang menjadi seorang yang fanatik terhadap apa yang ia baca dan percayai. Kefanatikan seseorang inilah yang dapat dipergunakan oleh orang-orang ahli cuci otak untuk menjadikan targetnya menjadi seorang teroris. 


Kejawen  bukan agama yang perlu dihafalkan, tetapi agama yang perlu dirasakan dengan perasaan. Dengan proses Olah Roso. Seorang Kejawen Sejati sudah menemukan surga dan nerakanya, jadi dirinya tidak lagi perlu percaya dengan bacaan-bacaan yang menyesatkan. Dengan Olah Roso seseorang akan merasakan Kebesaran Tuhan Yang Maha Esa, sehingga ia tidak perlu menjadi orang yang fanatik. Karena Tuhan Yang Maha Esa ada karena kita memang merasakannya. Jadi seorang Kejawen Sejati tidak berangan-angan masuk ke surga, karena ia sudah menemukan kedamaian ketika ia dapat berinteraksi langsung tanpa perantara (seperti agama rosul, yang menggunakan rosul sebagai perantaranya) kepada Tuhan Yang Maha Esa. 


Jadi dapat dipastikan pemeluk kejawen , tidak akan pernah terjerumus menjadi seorang teroris. Karena ia sudah menadapat ketenangan yang hakiki melalui Mangunggaling Kawulo Ghusti. 


Mari kita pertahankan budaya Nusantara dan kita dalami nilai- nilai luhur yang ada didalamya. 


Salam Persatuan dan Cinta Indoneaia 


Tito Gatsu.

AGAMA JAWA

MENGENAL AGAMA JAWA

.
Agama Jawa, berdasarkan disertasi Prof. Dr. Suwardi Endraswara, M. Hum. yang sudah diuji dihadapan para penguji secara akademis, “Agama Jawa” itu ada, nyata, dan eksis berkesinambungan hingga sekarang. Asal dan keberadaannya jauh sebelum era Hindu-Buddha masuk ke Nusantara, yang artinya sangat jauh sekali sebelum era Islam masuk ke Nusantara.
.
Keaslian Jawa yang senantiasa dipertahankan, menyebabkan lahirnya istilah-istilah : Hindu Jawa, Islam Jawa, Cina Jawa, Buddha Jawa, dst nya. Itu sebenarnya adalah indikasi bahwa, di Jawa ini sudah ada pranata moralitas dan spiritual tersendiri (Agama Jawa), yang unik dan khas, namun seiring berjalannya waktu dimana pengaruh Agama-Agama dari luar Nusantara masuk kedalam Nusantara dan berbaur dengan rukun dan damai, terjadilah sinkretisme diantara keduanya. Dan berdasar penelitian memang demikian adanya, bahwa di Jawa ini jauh sebelum Hindu-Buddha dan Islam masuk, telah ada dan hidup secara nyata apa yang disebut sebagai “Agama Jawa” itu.
.
Hakikat pencarian “Urip” dalam Agama Jawa, adalah menemukan “Kayu Gung Susuhing Angin”. Manakala mampu menemukan “Kayu Gung Susuhing Angin” itu, kelak akan dengan mudah dan selamat menuju “Sangkan Paraning Dumadi”. Suasana batin akan semakin plong, bolong, dan suwung, pada saat fenomena ajaib itu dapat diraih.
.
Karakteristik agama selalu berpikir pada hal-hal ghaib. Fakta-fakta keagamaan Jawa, yang bergerak pada hal-hal Ghaib cukup banyak. Berbagai ritual di Gunung Lawu, Gunung Kemukus, Gunung Sambil, Gunung Kawi, dan lain-lain adalah contoh praktik keagamaan Jawa. Contoh ini mengindikasikan hadirnya kepercayaan religius orang Jawa.
Konteks kehidupan agama Jawa itu kompleks. Ada yang mengasumsikan, agama Jawa adalah Klenik. Kata klenik sendiri berasal dari kata “klenikan”, artinya berkomunikasi dengan berbisik-bisik. Klenik tersebut berupa kata-kata sakral dan mantra, untuk membangun aroma spiritualitas. Pembicaraan dalam ranah yang sepi, kondisi “Suket godhong ora kena krungu” , itulah ciri klenik. Yang dicari pergulatan klenik adalah inti spiritualitas Jawa.
.
Ekspresi Agama Jawa jelas bervariasi. Tidak ada aturan baku dalam menjalankan agama Jawa. Ekspresi itu sebuah fenomena, yang kadang-kadang sulit dijangkau oleh nalar sehat. Fenomena religius Jawa dapat dibagi menjadi dua kategori : 

(1). KEPERCAYAAN
(2). RITUS

_Agama Jawa Bukan Buddhisme_
.
Banyak yang beranggapan Agama Jawa adalah penyebutan atau nama lain dari Buddhisme yang berkembang di tanah Jawa. Tapi anggapan ini tidak benar. Bahwa pernah terjadi sinkretisme diantara keduanya di jaman dulu kala, itu memang benar. Tetapi Agama Jawa berbeda dengan Buddhisme.
.
Buddhisne menyatakan diri sebagai moralitas tanpa Tuhan dan atheisme tanpa hakikat. Memang dalam beberapa vihara Buddhisme, ada yang memandang Sang Buddha sebagai Tuhan, dia memiliki candi sendiri dan sebagai objek pemujaan, tapi cara membukanya sangat sederhana, yakni hanya dengan mempersembahkan sesaji berupa bunga-bunga dan memuja barang-barang sakral atau patung-patung sakral. Ini adalah sekedar bentuk pemujaan yang bersifat “mengingat”. Penuhanan Buddha ini hanya khas bagi apa yang dinamakan Buddhisme Utara. Sedangkan bagi Buddhisme Selatan memandang Sang Buddha adalah manusia yang memiliki kejutan luar biasa melebihi kekuatan manusia biasa.
.
Berbeda dengan Buddhisme tersebut, Agama Jawa, “tetap meyakini adanya Tuhan”, ialah IA yang “Tan Kena Kinaya Ngapa”. Agama Jawa selalu berkiblat pada Tuhan sebagai sumber pemancar hidup. Meskipun demikian, Agama Jawa juga bukanlah Islam bukan pula Hindu. Ketika dijabarkan dengan mendetail, asalkan kita objektif maka kita akan menemukan bahwa Agama Jawa bukanlah produk turunan dari Islam maupun Hindu.
.
“Teosofi” adalah paham yang dianut oleh agama Jawa. Theos berarti Tuhan dan Sofia berarti Cinta. Teosofi adalah ilmu Ketuhanan yang cinta Kebijaksanaan (kesempurnaan). “Ngudi kasampurnaning hurip nggayuh kamardhikan”.
.
Teosofi Jawa didasarkan pada paham “monistik” dan “panteistik”. Monistik adalah pandangan bahwa Tuhan Yang Maha Esa itu berada, memancar dalam diri manusia dan alam semesta. Sementara Panteistik artinya, seluruh alam semesta menyatu ke dalam Tuhan. Monistik dan Panteistik selalu berjalan seiring dalam Agama Jawa. Keduanya diyakini selalu ada, tidak dapat dipisahkan.
.
Pemujaan roh (spirit cults), merupakan perwujudan spiritualisme asli orang Jawa. Pemujaan dilakukan pada ruang yang dipandang sakral (wingit), misalkan di bawah pohon besar, di dekat mata air pegunungan, di makam leluhur, di sendang atau sungai yang pernah menjadi petilasan bertapa, dan sebagainya. Pemujaan roh dan benda-benda itu muncul, karena sebelum Hinduisme datang, orang Jawa telah hidup teratur dengan animisme-dinamisme sebagai akar religiusitasnya dan hukum adat sebagai pranata sosial mereka. Seperti misalnya, selamatan, kepatuhan terhadap numerologi kalender Jawa, dan keyakinan terhadap sedulur papat limo pancer (Sebuah konsep tua di Jawa tentang makhluk suci penjaga diri manusia). Akar Agama Jawa itu yang menyebabkan hadirnya ruang-ruang spiritual semakin bertambah.
.
Pada dasarnya, ruang spiritual yang sering dihadiri Penghayat guna mengaktualisasikan laku budi luhur dan budi pekerti, terbagi menjadi beberapa bentuk, yaitu : (1) Petilasan, (2) makam, (3) gunung, (4) air.
.
_Manembah Dan Nguja Rasa_

“Manembah” berasal dari kata “sembah” yang berarti menghormati dan memuja. “Manembah” sebenarnya sebuah upaya “nguja rasa”, artinya membebaskan rasa dari kungkungan raga. “Nguja Rasa” akan melahirkan kebebasan rasa, sehingga suasana semakin khusyuk dapat merasuk ke semak-semak spiritual. Menurut pemahaman Kejawen, maka manembah adalah menghormat dan memuja hanya kepada “TUHAN” (Ingsun). Jadi “tataning manembah” atau tata-cara menyembah adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan atau kelompok untuk berkomunikasi dengan “Ingsun”. Orang yang senantiasa Manembah, hidupnya akan tenang, tidak menginginkan hal-hal yang bukan jatahnya (ngangsa).
.
Biasanya Manembah ada yang diwujudkan dalam bentuk semedi, ritual, dan mantra. Manembah merupakan upaya pembersihan diri baik dari sisi jasmani atau badaniah maupun dari sisi rohani atau batiniah. Orang-orang Jawa selalu menyebut “Manembah mring Hyang Maha Agung” sebagai kewajiban luhur. Manembah dilakukan dalam bentuk pemujaan, berbakti, sembah, dan “manungku puja”.
.
“Manembah” merupakan jalan hidup agar orang Jawa benar-benar selamat menuju alam “Kasidan Jati”. Hakikat “Kasidan Jati” adalah suasana spiritualitas Jawa yang sangat amat misterius. Hidup di dunia yang dicari dan yang ingin diperoleh menurut orang Jawa antara lain adalah: “anggayuh kautamaning urip, rahayu slamet ana ing donya sak akherate kanggo pribadine dhewe lan kanggo sakkeluargane sakpiturune”.
.
Mengenai “Kasidan Jati” atau mati yang sebenar-benarnya, dalam hal ini bila seseorang telah memahami dan meyakini “Sangkan Paraning Dumadi” dan melaksanakan dengan benar dan baik tentang “Manunggaling Kawula lan Gusti”. Maka pada saat dipanggil kembali oleh Sang Pencipta, akan menghadap pada Tuhan Yang Maha Esa, dengan “Kasidan Jati” yang sebenar-benarnya mati yang terpuji, kematian yang sejati.
.
Semua orang bisa mengalami “Kasidan Jati”, yaitu apabila selama hidupnya manusia tidak melanggar “tata paugeraning urip”, selalu “tepa selira” atau tidak memaksakan kehendak sendiri dan atau tidak suka memaksakan diri tetapi hidup apa adanya (sak madya), tidak mengumbar hawa nafsu angkara murka, bisa dan selalu mengendalikan diri, berani melakukan laku batin atau tirakat, kuat doanya, mau dan senang beramal, bisa hidup bersama dengan tetangganya yang berbeda-beda.
.
Demikianlah sekilas ulasan mengenai “Agama Jawa”, Agama tanpa Kitab tercetak dan tertulis. “Anane namung Kitab tanpa Tulis, Kitabe Alam Kasunyatan kang gumelar, Agama tanpa Nabi, Nabine yo dhiri sejatimu dewe.”

.
#Dikutip dari berbagai sumber
#Penghayat kepercayaan kepada TYME
#Rahayu sagung dumadi saindengin buana
#Rahayu Rahayu Rahayu  🙏🙏

ELING LAN BEKTI MARANG GUSTI

Mengenal Ajaran Kejawen  Agama Asli Nusantara (Bag. 18) 

ELING LAN BEKTI MARANG GHUSTI KANG MUBENG DUMADI 
TUHAN ADALAH KASIH SAYANG DAN MENCINTAI SESAMA ADALAH KENISCAYAAN 

Orang Nusantara selalu menganggap bahwa kehidupan yang diberikan kepada kita adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa dengan pola hubungan yang baik oleh karenanya selama berabad-abad Indonesia pada masa lalu mengalami kejayaan sebelum agama impor datang dan merobah budaya kita hal kecil yang bisa kita lihat adalah Pulau Bali walaupun pernah di bom dua kali oleh kaum intoleran tapi disana kultur masyarakatnya memang mencerminkan sikap ajaran Nusantara secara konsisten.Semoga suatu saat Indonesia kembali menghargai ajaran leluhurnya agar kembali berjaya.

ELING LAN BEKTI MARANG GHUSTI KANG MUBENG DUMADI 

Eling Lan Bekti marang Ghusti Kang Murbeng Dumadi: artinya, kita yang ingat, seyogyanya harus selalu mengingat dan menyembah Gusti (Tuhan Yang Maha Esa) dalam setiap tarikan nafas kita. Dimana Gusti Yang Esa telah memberikan kesempatan bagi kita untuk hidup dan berkarya di alam yang indah ini. 

□ ROSO 

Apa itu Roso dalam kepercayaan leluhur Nusantara Roso merupakan sebuah atmosfir dalam diri seseorang yang diterjemahkan oleh hati, panca indra, dan pikiran kita sendiri. 

Dapatkah Roso kita bohongi atau berbohong kepada kita? Kalau kita menjalankan dengan baik dan ikhlas, serta menggunakan hati nurani, panca indra dan pikiran kita sendiri, maka Roso itu tidak dapat berbohong atau dibohongi. Jadi jelas bahwa Seorang Kejawen harus menjaga keseimbangan sopan-santun dengan pihak lain (orang lain, alam, mahluk halus, sesepuh, dsb) 

□ TUHAN YANG MAHA ESA DIATAS SEGALANYA 

Persamaan dan perbedaan Kepercayaan Nusantara  dengan beberapa agama-agama di dunia, adalah bahwa: Tuhan Yang Maha Esa berada di atas segala-galanya. Artinya sama-sama menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan perbedaan Kedjawen tidak mempunyai standar ganda terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Menurut kepercayaan nusantara Agami Jawi, Tuhan Maha Segala-galanya dan Maha Menyayangi ciptaannya. Karena Maha Segala-galanya, Tuhan Yang Maha Esa tidak bodoh, seperti yang dituduhkan agama pendatang, dimana Tuhan Yang Maha Esa hanya mengerti satu bahasa untuk menerima do’a dari manusia ciptaannya. Kalau memang Tuhan Yang Maha Esa hanya bisa mengerti satu bahasa atau hanya mau mengerti satu bahasa, maka sama saja mereka mengatakan bahwa Tuhan Yang Maha Esa tidak lagi maha segala-galanya dan Maha Menyayangi ciptaannya. 

□ TUHAN TIDAK PERNAH MENGHUKUM 

Bagi seorang Kejawen Sejati atau Nusantara Sejati  yakin bahwa Tuhan Yang Maha Esa tidak pernah menghukum. Oleh karenanya, seorang Kejawen Sejati terus menjalani Olah Roso untuk dapat ikhlas, memuji, menyembah, beryukur, berpasrah, memohon ditunjukan kebaikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Mengukum demi kebaikan itu hanya ada dalam sudut pandang pikiran Manusia, sementara Tuhan Yang Maha Esa bukanlah manusia. 

Pujian dan menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan bahasa, gerak, pikiran, dan hati nurani, tidak dapat diseragamkan, seperti gerak tertentu dan bahasa tertentu. Bagi seorang Kejawen, berdoa selalu dengan bahasa ibu. Karena, kita sama-sama tahu bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah maha tahu dan maha segala-galanya, sehingga Tuhan Yang Maha Esa sudah tahu sebelum kita tahu dan mengungkapkannya dengan kata-kata. Dengan keyakinan niat yang positif, didapat dengan Olah Roso, berkomunikasi dengan Tuhan Yang Maha Esa, tidak diperlukan perantaraan apa dan siapapun. Hubungan komunikasi inilah, yang justru akan menciptakan ketenangan yang lebih esensial. Sementara beberapa agama di dunia 
menempatkan Nabi/Rasul sebagai perantaranya. 

□ PUJIAN KEPADA TUHAN DIBARENGI MENGHORMATI SESAMA  DAN MAKHLUK YANG LAIN 

Pujian dan rasa terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, juga dibarengi dengan menghormati pihak lain atau sesama manusia  Karena Kedjawen tidak menempatkan manusia (dirinya) sebagai mahluk yang paling sempurna dibanding dengan lainnya. Sementara, beberapa agama di dunia menempatkan manusia sebagai mahluk sempurna, dibanding maluk lainnya di dunia ini. 

Berderma tidak bisa dihitung dengan matematis, tetapi dengan keikhlasan. Sebagai mahluk yang tumbuh dari titipan Tuhan, maka keikhlasan bisa diperoleh dengan cara OlahRoso. Sementara, beberapa agama di dunia menempatkan hukum matematis, untuk berderma. 

Agama lain menggunakan Kitab Suci sebagai acuan bagi penganutnya untuk berinteraksi dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan bagi Agami Jawi, seorang Kejawen justru dituntut untuk mendekatkan dirinya sendiri kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan cara Olah Roso yang ikhlas, agar mendapatkan jalan menuju Manunggaling Kawulo Gusti. Sementara, agama di dunia mengatakan bahwa kitab suci adalah buatan Tuhan Yang Maha Esa. 

Kalau diibaratkan mainan, esensinya, semua orang pada saat kecilnya mempunyai kecintaan pada sesuatu (bisa konkrit maupun imajinatif) melebihi kecintaannya kepada dirinya sendiri, maka ibarat beberapa agama-agama di dunia lainnya adalah sebuah rumah-rumahan yang sudah jadi (si anak tinggal memainkannya), sementara Agama Jawi adalah rumah-rumahan yang dibuat dari lego (atas kreasi keseimbangan anak itu sendiri,  antara pikiran dan hatinya). Lagi-lagi yang perlu untuk diingat, Tuhan Yang Maha Esa, adalah maha tahu dan maha segala-galanya, sehingga Tuhan Yang Maha Esa sudah tahu sebelum kita ingin memberitahukan kepada Nya. 

Salam Damai Persatuan dan Cinta Indonesia

Tito Gatsu

SASTRAJENDRA

Mengenal Ajaran Kejawen  Agama Asli Nusantara (Bag. 17) 

SASTRA JENDRA HAYUNINGRAT PANGRUWATING DIYU
KRITERIA SEORANG PEMIMPIN MENURUT AJARAN NUSANTARA 

Dalam Filosofi  Leluhur Nusantara  Bisa Meramalkan Tokoh Yang Membawa Ke Zaman Keemasan 

Ilmu Sastra Jendra itu adalah, barang siapa yang menyadari dan menaati benar makna yang terkandung di dalam ajaran itu akan dapat mengenal watak (nafsu-nafsu) diri pribadi. Nafsu-nafsu ini selanjutnya dipupuk, dikembangkan dengan sungguh-sungguh secara jujur, di bawah pimpinan kesadaran yang baik dan bersifat jujur. Dalam pada itu yang bersifat buruk jahat dilenyapkan dan yang bersifat baik diperkembangkan sejauh mungkin. Kesemuanya di bawah pimpinan kebijaksanaan yang bersifat luhur sehingga dapat mencapai kesempurnaan hidup. 

Ada tujuh tahapan atau tingkat yang harus dilakukan apabila ingin mencapai tataran hidup yang sempurna, yaitu : 

1.Tapaning jasad, yang berarti mengendalikan/ menghentikan daya gerak tubuh atau kegiatannya. Janganlah hendaknya merasa sakit hati atau menaruh balas dendam, apalagi terkena sebagai sasaran karena perbuatan orang lain, atau akibat suatu peristiwa yang menyangkut pada dirinya. Sedapat-dapatnya hal tersebut diterima saja dengan kesungguhan hati. 

2. Tapaning budi, yang berarti mengelakkan/mengingkari perbuatan yang terhina dan segala hal yang bersifat tidak jujur. 

3.Tapaning hawa nafsu, yang berarti mengendalikan/melontarkan jauh-jauh hawa nafsu atau sifat angkara murka dari diri pribadi. Hendaknya selalu bersikap sabar dan suci, murah hati, berperasaan dalam, suka memberi maaf kepada siapa pun, juga taat kepada Tuhan Yang Maha Esa. Memperhatikan perasaan secara sungguh-sungguh, dan berusaha sekuat tenaga kearah ketenangan (heneng), yang berarti tidak dapat diombang-ambingkan oleh siapa atau apapun juga, serta kewaspadaan (hening). 

4.Tapaning sukma, yang berarti memenangkan jiwanya. Hendaknya kedermawanannya diperluas. Pemberian sesuatu kepada siapapun juga harus berdasarkan keikhlasan hati, seakan-akan sebagai persembahan sedemikian, sehingga tidak mengakibatkan sesuatu kerugian yang berupa apapun juga pada pihak yang manapun juga. Pendek kata tanpa menyinggung perasaan. 

5. Tapaning cahya, yang berarti hendaknya orang selalu awas dan waspada serta mempunyai daya meramalkan sesuatu secara tepat. Jangan sampai kabur atau mabuk karena keadaan cemerlang yang dapat mengakibatkan penglihatan yang serba samar dan saru. Lagi pula kegiatannya hendaknya selalu ditujukan kepada kebahagiaan dan keselamatan umum. 

6.Tapaning gesang, yang berarti berusaha berjuang sekuat tenaga secara berhati-hati, ke arah kesempurnaan hidup, serta taat kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mengingat jalan atau cara itu berkedudukan pada tingkat hidup tertinggi, maka ilmu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu itu dinamakan pula “Benih seluruh semesta alam.” 

7. Laku, artinya perbuatan manusia itu sendiri sebagai pembuktian rahasia alam semesta ini di mana segala rasa ada di dalamnya. Oleh karena itu isi alam ini sesungguhnya yang tidak dapat dipungkiri, tidak ada keabadian, tidak ada kedamaian yang kekal, dan selalu berpasang-pasangan antara gelap dan terang, yang jahat dan yang baik, dan tanpa adanya kejahatan maka kebaikan itu sendiri tidak ada, begitu pula sebaliknya. maka yang menjadi tujuan kesempurnaan hidup itu adalah adanya keseimbangan di dalam hidup dan kehidupan. 

Oleh karena itu, semakin jelas bahwa fungsi Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu adalah sebagai kunci untuk dapat memahami isi rasa jati, di mana untuk mencapai sesuatu yang luhur itu diperlukan mutlak perbuatan yang sesuai. Rasa jati memperlambangkan jiwa atau badan halus ataupun nafsu sifat tiap manusia, yaitu keinginan, kecenderungan, dorongan hati yang kuat, ke arah yang baik maupun yang buruk atau jahat. 

Nafsu sifat itu ialah; Luwamah (angkara murka), Amarah, Supiyah (nafsu birahi). Ketiga sifat tersebut melambangkan hal-hal yang menyebabkan tidak teraturnya atau kacau balaunya tatanan alam semesta dalam berbagai bidang, antara lain: kesengsaraan, malapetaka, kemiskinan dan lain sebagainya. Sedangkan sifat terakhir yaitu Mutmainah (nafsu yang baik, dalam arti kata berbaik hati, berbaik bahasa, jujur dan lain sebagainya) yang selalu menghalang-halangi tindakan yang tidak sesuai dengan tatanan. 

Semoga apa yang tertulis diatas bisa membangkitkan wawasan kebangsaan dan nasionalisme terutama untuk generasi muda dan milenial dengan kembali mencintai budaya Nusantara , dan bagaimana memilih kriteria pemimpin yang sesuai dengan amanat ajaran luhur bangsa. 

Salam Persatuan dan Cinta Indonesia. 

Tito Gatsu

OJO DUMEH

Mengenal Ajaran Kejawen  Agama Asli Nusantara (Bag. 16) 

OJO DUMEH  :  KERENDAHAN HATI ADALAH KUNCI KEBERHASILAN HIDUP 

Ojo Dumeh adalah filosofi Orang Nusantara yang melekat dalam diri orang Indonesia untuk mengendalikan diri dan nafsu karena merasa hebat jadi ukuran keberhasilan orang Nusantara adalah tetap rendah hati karena hanya kerendahan hati lah yang bisa membawa manusia  berhasil dalam menjalani kehidupan .

Ojo Dumeh dalam bahasa Indonesia sehari-hari artinya ‘jangan mentang-mentang’.  Ojo dumeh sugih (jangan mentang-mentang kaya). Ojo dumeh kuwasa (jangan mentang-mentan berkuasa). Ojo dumeh pinter  dan sebagainya.

Dalam budaya Jawa memang banyak diutarakan dalam bentuk larangan dari pada anjuran. Ojo turu sore-sore (jangan tidur sore) yang maksudkan agar orang selalu tirakat di malam hari. Ojo laku ngiwo (jangan berjalan ke kiri) maksudnya jangan berlaku atau berbuat yang tidak baik*

Kalau ada nasihat yang diawali dengan kata ‘ojo’ maka kita harus mencari makna afirmatif (anjuran) yang terkandung di dalamnya. Demikian juga dengan nasihat ‘ojo dumeh’  yang akan kita bahas kali ini.

‘Ojo dumeh’ atau jangan mentang-mentang tidak sekedar menganjurkan ‘orang yang lebih’ untuk tidak pamer kelebihannya kepada ‘orang yang kurang’. Orang juga sering mengartikan‘ojo dumeh’ dengan anjuran untuk berlaku sopan atau hormat kepada yang kurang dari dia agar orang tidak tersinggung.

Arti ‘ojo dumeh’ lebih dari sekedar ajuran berperilaku hormat. ‘Ojo dumeh” menganjurkan agar orang peduli kepada orang lain. Kalau kita mempunyai kelebihan, misanya kekayaan, kekuasaan dan ilmu, maka gunakanlah itu untuk membantu orang.

Sikap ‘ojo dumeh’ didasarkan pada kenyataan bahwa jalannya kehidupan itu bagaikan roda yang berputar. Setiap titik pada roda akan mengalami perubahan posisi, dari bawah ke atas dan dari atas ke bawah. Pada waktu kehidupan kita di atas, jangan lupa bahwa pada saatnya nanti akan berputar dan berada di bawah. Dengan demikian, nasihat ‘ojo dumeh’ juga memberi makna agar orang tidak lupa hari esok. Ojo dumeh kaya lalu boros, tidak menabung untuk hari esok. Ojo dumeh berkuasa lalu tidak ingat hari pensiun yang tanpa kekuasaan.

Kata yang sebenarnya pendek tetapi mempunyai arti yang begitu luas. Bagi orang jawa kata tersebut mengandung filosofi yang tinggi untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ojo Dumeh mengandung arti bahwa kita (manusia) janganlah selalu membangga-banggakan apa yang telah dimiliki baik berupa ketenaran, harta benda, pangkat / jabatan, kecantikan, ketampanan, dan masih banyak lagi yang bisa dijadikan contoh.

Semua itu tidaklah kekal bagi pemiliknya, semua itu adalah titipan dari Tuhan Yang Maha Esa yang suatu saat pasti akan dimintanNya kembali. Ojo dumeh sugih (Jangan mentang mentang kaya), Ojo dumeh ganteng /ayu (Jangan mentang mentang ganteng/cantik), Ojo dumeh duwe pangkat terus sewenang-wenang (Jangan mentang mentang punya jabatan terus sewenang-wenang) dan masih banyak lagi ungkapan ojo dumeh yang dapat kita ambil dalam kehidupan sehari-hari.

Jangan ikuti budaya asing terutama Arab yang membuat diri merasa benar tetap rendah hati dan cintai budaya serta ajaran leluhur Indonesia yang begitu mulia

Salam Damai Persatuan dan Cinta Indonesia

Tito Gatsu

FAKTA KEJAWEN

Mengenal Ajaran Kejawen  Agama Asli Nusantara 

FAKTA KEJAWEN ADALAH AGAMA YANG MENGENAL PERADABAN & PEMIKIRAN YANG TINGGI 

Luar biasa menarik ketika saya mendapatkan literasi mengenai Kejawen yang memang rata-rata berbahasa Inggris dan Belanda juga dari beberapa ahli yang saya kenal, hampir semua pemahamannya bisa diikuti oleh nalar dan sangat mudah dipelajari bahkan tak ada pengertian Holly Appocalipstic seperti yang dijumpai dalam agama impor , seperti cerita nabi berjumpa Tuhan yang akhirnya menjadi cerita yang dipercaya umatnya atau cerita mengenai dewa dan sebagainya ,  agama kejawen adalah monotheisme  yang mungkin sama dengan Zoroastrian  tapi bedanya jauh lebih logis tidak perlu ulama, pendeta atau wakil Tuhan dan bisa diyakini secara personal. 

Agami Jawi yang eksis pada tahun 4425 (44 abad sebelum Masehi) dimana seluruh Nusantara masih berpusat di Jawa sebagai Pusat Peradaban yang wilayahnya mencapai seluruh Nusantara termasuk Papua bagian barat disebelah Timur, di utara hingga semenanjung malaka dan Thailand  di selatan hingga pulau Timor. Dan  beberapa pulau masih menyatu, seperti Jawa , Sumatera dan Kalimantan  sebelum banyak terjadi bencana alam dan pergeseran pulau. 

Dalam konteks umum, Kejawen merupakan agama lokal Indonesia. Seorang ahli antropologi Amerika Serikat, Clifford Geertz pernah menulis tentang ini, dalam bukunya yang ternama The Religion of Java atau dalam bahasa lain, Kejawen disebut Agami Jawi. Penganut Kejawen biasanya menganggap ajarannya sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi dengan sejumlah perilaku orang yang beradap. Ajaran kejawen biasanya bertumpu pada konsep keseimbangan. Dalam pandangan demikian, Kejawen memiliki kemiripan dengan Konfusianisme atau Taoisme, namun tidak sama pada ajaran-ajarannya. 

Manunggaling kawulo Gusti adalah ajaran Kejawen yang diaku oleh Islam dan Kristen padahal ajaran kejawen atau orang Nusantara lebih dahulu meyakininya 

Manunggaling kawulo gusti, berarti ketika manusia mampu menangkap ruh Tuhan/ ruhul kudus kedalam dirinya. 

Prinsip ini sudah ada pada diri Orang Indonesia jauh sebelum adanya agama Samawi atau paling sedikit 44 abad sebelum lahirnya Yesus Kristus atau Nabi.Isa. 

Bagi Kejawen Sejati, dengan Olah Roso dapat dipahami bahwa untuk berkomunikasi dengan Gusti, kita dapat menggunakan suara hati dan apapun bahasanya. Sebenarnya Agami Jawi (Kedjawen), tidak menjadi monopoli orang-orang Jawa semata. Kedjawen adalah agamanya orang-orang yang ingin dapat berbudi luhur, bahkan Agami Jawi ini dapat diterapkan di belahan dunia manapun. 

Teori Evolusi Bisa Diterima  Dalam Kejawen 

Bicara mengenai evolusi bagi orang yang beragama, maka dapat dilihat ada tiga kubu, yakni: 

Kubu pertama yaitu yang meyakini agama-agama Rasul. Dalam dogma dan keimanan beberapa agama mengkisahkan awal mulanya kehidupan manusia adalah dikarenakan adanya kutukan terhadap Adam dan Hawa, yang artinya mereka turun ke bumi sudah berbentuk atau dengan wujud manusia seutuhnya, seperti manusia sekarang ini. 

Kubu kedua yaitu yang ditentang oleh agama-agama Rasul. Dalam pemahaman Generatio Spontanea, bahwa evolusi dimulai dari munculnya kehidupan secara kebetulan, yang lalu berevolusi menjadi manusia seutuhnya. Atau faham teori tersebut, berkeyakinan bahwa awalnya mahluk hidup, muncul dari benda mati, dan berkembang terus. Hingga penyempurnaannya melalui evolusi. 

Kubu ketiga yang diyakini oleh Agami Jawi. Dalam logika seorang Kejawen, bahwa Tuhan Yang Maha Esa memberikan Kehidupan Awal Yang Hakiki, selanjutnya mereka Berevolusi. Logika inilah yang diyakini oleh seorang Kejawen, sehingga  tidak memerlukan dogma dan keimanan, karena semuanya logis adanya. 

Setelah pemberian nyawa atau kehidupan yang merupakan hak absolut Tuhan Yang Maha Esa, untuk memberikan kehidupan. Dari sinilah, atau pemahaman inilah yang diyakini oleh seorang Kejawen sebagai awal permulaan terbentuknya mahluk hidup, dan kemudian terbentuklah manusia purba, hingga berevolusi menjadi manusia seutuhnya, seperti sekarang ini. 

Hal yang menguatkan logika berfikir seorang Kejawen, adalah kita lupa bahwa Bapak Teori Evolusi adalah Charles Darwin, dimana dalam bukunya The Origin of Species yang diterbitkan tahun 1859, sesungguhnya ia pun mengakui bahwa, kehidupan pada mulanya dihembuskan oleh sang Pencipta ke dalam satu atau beberapa bentuk. Selanjutnya seorang Kejawen melakoni Olah Roso, hingga akhinya seorang Kejawen dapat menemukan atau awalnya hanya merasakan adanya Tuhan Yang Maha Esa. 

Saya hanya ingin menyampaikan betapa tingginya budaya kita di masa lalu hingga menjadi induk agama lain didunia tapi kita sendiri melecehkannya dan dikikis terus selama berabad-abad, dengan kemajuan teknologi banyak yang bisa kita gali untuk membangkitkan kebudayaan negri sendiri yang ternyata tak kalah dengan negara lain .mungkin secara bertahap saya akan memposting sedikit demi sedikit agar lebih mudah dimengerti.

Saya sama sekali tidak bermaksud menyebarkan agama kejawen tapi hanya menggambarkan  sejak dahulu budaya masyarakat Indonesia adalah kaum yang visioner, toleran dan mampu memandang agama beriringan dengan budaya serta mengutamakan kemanusiaan daripada hal yang lain, mari kita selalu jaga harga diri bangsa . 

Salam Persatuan dan Cinta Indoneaia.

Tito Gatsu.

Postingan Populer

Powered By Blogger